"Lakukan yang terbaik,kini dan nanti"

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Rivalitas TNI dan Polri (Dendam yang Tak Kunjung Padam?)


Institusi TNI dan Polri terjebak pada konflik sejak  Polri lepas dari institusi TNI tahun 2000 lalu dengan TAP MPR Nomor 6 Tahun 2000 Tentang Pemisahan TNI dan Polri. Bahkan, konflik yang terjadi tak jarang menjadi konflik bersenjata (antara oknum kedua institusi ini) yang merusak markas, bahkan menewaskan oknum kedua kubu.  Kasus terkini adalah ditembaknya empat Polisi yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan Sleman, Yogyakarta oleh kelompok bersenjata yang merupakan oknum anggota Komando Angkatan Khusus (Kopassus).
Mereka  “dihabisi” dengan motif balas dendam atas kasus pembunuhan anggota Kopassus TNI AD, Sersan Satu Santoso, di Hugo's Cafe, Yogyakarta akibat dikeroyok oleh empat anggota Polisi tersebut. Sebelas anggota KOPASSUS bersenjata api, bak dalam film action menerobos Lapas dan memaksa petugas Lapas membuka ruang tahanan dan menunjukkan sel korban. Insiden ini  berakhir dengan eksekusi mati  empat tersangka pengeroyokan anggota TNI yang dititipkan di Lapas tersebut, dengan senjata api pada Sabtu (23/3) dini hari pukul 01.30 WIB.
Kerap kali aksi brutal bersenjata kedua kubu bermula dengan alasan sepele, konflik pribadi oknum kedua institusi, lalu menjalar ke rekan satu korps mereka. Orang awam akan melihat ini semata-mata konflik personal, karena kerap  pimpinan kedua instansi menunjukkan sikap bersahabat dan saling menjaga citra di media. Tapi dibalik konflik tersebut tercium aroma rivalitas kedua institusi ini. Informasi di grup BBM yang dishare salah seorang perwira Polisi menegaskan aroma rivalitas itu. Berikut kutipan utuh BBM tersebut:
“Mohon ijin meneruskan info dari jaringan:
Yth. Para KA jajaran, agar disampiakan kepada masing2 anggtonya untuk tidak terpancing oleh adanya OPERASI Intelstrad dalam bentuk penyamaran sebagai masyarakat sipil yang akan lakukan pelanggaran lalu lintas dengan cara tidak mematuhi LL dan bersikap ngeyel. Adapun tujuan operasi intelstrad tersebut agar anggota kita terpancing emosi kemudian bertindak anarkis yang kemudian melakukn pengejaran dan pemukulan. Hal ini bentuk ops intelstrad agar ada alasan untuk lakukan penyerang terhadap angtota polri di lap serta kantor2 polisi dengan cara mengerahkan massa sebanyak2nya yang seolah balas dendam dg alasan dan tujuan agar hilang kepersyaan masyarakat kpd Polri dan Polri kembali dibawa TNI. (mohon 87 rekan2 terutama lantas) INTEL MABES POLRI..”
            Terlepas dari apakah pesan BBM yang dishare ini benar-benar berasal dari INTEL MABES POLRI atau tidak, terlepas juga apakah BBM ini benar dari INTEL MABES POLRI, tetapi hanya untuk keperluan propaganda membangun opini agar Polisi mendapat dukungan masyarakat, tetapi yang jelas, isi BBM yang dishare sang perwira Polisi ini  mengandung pesan rivalitas. Rivalitas itu yang menjadikan sesama institusi pemerintahan terjebak pada upaya saling menunjukkan kekuatan, dalam setiap konflik kecil yang melibatkan oknum kedua institusi.
Dua organ negara, yang satu bertugas untuk menjaga keutuhan bangsa  dan yang lainnya bertugas memberikan pengayoman dan mewujudkan ketertiban masyarakat, tidak berada dalam satu garis  pengabdian kepada bangsa. Mereka yang dipersenjatai untuk melindungi  negara dan warga, malah  saling memerangi. Lalu di mana damai akan dirasakan oleh penghuni bumi pertiwi?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Asal Mula Nama Provinsi Riau*

 

Apalah arti sebuah nama? begitu pertanyaan Shakespeare yang melegenda. Bagi orang Melayu, nama sangatlah bermakna. Nama merupakan identitas. Itu sebabnya, asal muasal sebuah nama layak dikaji. Kali ini, saya menelusuri asal  mula nama Provinsi Riau. Menurut Hasan Junus, seorang peneliti naskah Melayu Riau, ada tiga kemungkinan asal mula kata riau;
1.                            Rio; dari  bahasa Portugis, artinya sungai.
2.                            Riahi; dari Bahasa Arab  yang berarti gelombang. Kata-kata ini ditemukan dalam Kitab Alfu Laila Wa Laila, yang berarti kisah seribu satu malam, sebuah dongeng dari Irak.
3.                            Riuh atau Rioh; Bahasa Melayu yang berarti hiruk pikuk, ramai org bekerja.

Kemungkinan ketiga dinilai lebih mendekati. Nama Riau dari bahasa setempat, konon berasal dari suatu peristiwa ketika didirikannya negeri baru di Sungai Carang (di Bintan, Kepulauan Riau) untuk dijadikan pusat kerajaan. Hulu sungai itulah yang kemudian bernama Ulu Riau. Peristiwa itu kira-kira mempunyai teks sebagai berikut:

Tatkala perahu-perahu dagang yang semula pergi ke makam Tauhid (ibukota Kerajaan Johor) diperintahkan membawa dagangannya ke Sungai Carang di Pulau Bintan (suatu tempat sedang didirikan negeri baru) di muara sungai itu mereka kehilangan arah. Bila ditanyakan kepada awak-awak perahu yang hilir, “Dimana tempat orang-orang raja mendirikan negeri” mendapat jawaban “di sana di tempat yang rioh” sambil mengisyaratkan ke hulu sungai. Menjelang sampai ke tempat yang dimaksud, jika ditanya ke mana maksud mereka, selalu mereka menjawab, “mau ke rioh’.  

Pembukaan negeri baru yang bernama Riau itu, terjadi pada 27 September 1673, atas perintah Sultan Johor, Abdul Jalil Syah III (1623- 1677) kepada Laksamana Abdul Jamil. Setelah negeri Riau berdiri, dinobatkanlah Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah menjadi Sultan Riau pertama, pada 4 Oktober 1722.  Setelah itu, nama ini dipakai untuk menunjukkan satu diantara empat daerah utama kerajaan Johor, Pahang, Riau dan Lingga.

Setelah Perjanjian London 1824 yang membelah daerah  tersebut menjadi dua
 bagian, maka nama Riau digabungkan dengan Lingga, sehingga terkenal pula sebutan kerajaan Riau- Lingga. Dalam zaman pemerintahan Belanda, nama ini dipergunakan untuk daerah kepulauan Riau, ditambah dengan Pesisir  Timur Sumatera. Begitu pula pada zaman Jepang. Pada zaman kemerdekaan, awalnya nama itu dipergunakan untuk nama sebuah kabupaten dalam wilayah Provinsi Sumatera  Tengah. Setelah Provinsi Riau terbentuk pada tahun 1958, . maka nama itu disamping dipergunakan untuk nama sebuah kabupaten, dipergunakan pula sebagai nama sebuah provinsi.  (Sebelum dimekarkan menjadi dua Provinsi;  Riau dan Kepulauan Riau pada 1 Juli 2004) wilayah Provinsi Riau meliputi Kepulauan Riau serta sebagian dari Pulau Sumatera bagian tengah sebelah timur. Kawasan ini telah dirintis oleh Sang Sapurba, salah satu Raja  Melayu yang mencoba menghidupkan kembali kerajaan Melayu raya di Selat Melaka. Sang Sapurba telah mencoba mempersatukan Bintan (daerah Kepulauan Riau) dengan daerah Kuantan di belahan pulau, Sumatera.  Selepas itu, Raja Kecik yang tidak dapat bertahan di Riau  (Bintan) lalu mundur ke Siak pada 1722, juga mempunyai ambisi untuk mempersatukan belahan di pesisir timur Sumatera, diantaranya Siak.

Usaha yang terakhir masih dilakukan oleh Raja Haji Fisabilillah, yang mencoba menyatukan daerah Kepulauan Riau dengan Inderagiri, di antaranya Pekan Lais.
Wilayah Provinsi Riau sebelum pemekaran Provinsi (2004) berasal dari beberapa wilayah kerajaan Melayu.  Paling kurang ada empat kerajaan Melayu  yang pernah berjaya di Riau, yakni Kerajaan Pelalawan (1530- 1879), Kerajaan Inderagiri (1658-1838), Kerajaan Siak (1723-1858) dan Kerajaan Riau- Lingga (1824-1913). Pembentukan Provinsi Riau disetujui dalam sidang Kabinet 9 Agustus 1957, ditetapkan dengan Undang-undang  Darurat No. 19/ 1957, kemudian diundangkan dengan Undang-undang No. 61 tahun 1958. Daerah Riau terbentang mulai dari daratan Pulau Sumatera bagian tengah sebelah timur, terus ke Selat Melaka, berakhir dengan Kepulauan Natuna   dan Anambas di Laut Cina Selatan. Pada 1 Juli 2004, Provinsi Riau dimekarkan dengan terbentuknya Provinsi Kepulauan Riau, sehingga wilayah Provinsi Riau hanya mencakup daerah Riau daratan, yang kini terdiri dari 10  kabupaten dan dua kota;
1. Kabupaten Bengkalis (Bengkalis)
  1. Kabupaten Indragiri Hilir (Tembilahan)
  2. Kabupaten Indragiri Hulu (Rengat)
  3. Kabupaten Kampar (Bangkinang)
  4. Kabupaten Kepulauan Meranti (Selatpanjang)
  5. Kabupaten Kuantan Singingi (Teluk Kuantan)
  6. Kabupaten Pelalawan (Pangkalan Kerinci)
  7. Kabupaten Rokan Hilir (Ujung Tanjung/Bagan Siapi-api)
  8. Kabupaten Rokan Hulu (Pasir Pengarayan)
  9. Kabupaten Siak (Siak Sri Indrapura)
  10. Kota Dumai (Dumai)
  11. Kota Pekanbaru (Pekanbaru)
*Oleh Darulhuda, mengacu dari buku UU Hamidy, Jagad Melayu dalam Lintasan Budaya di Riau dan sumber lainnya


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

Kepemimpinan Nasional dan Pembangunan Peradaban Bangsa*



1.     Kepemimpinan Nasional

1.1.      Kepemimpinan menyangkut pengertian sistem dan persona. Dalam praktik keduanya sama-sama diperlukan secara seimbang. Namun kedudukan dan peranannya dalam praktik berubah seiring dengan perkembangan tingkat peradaban bangsa. Semakin tinggi tingkat peradaban, semakin besar peranan sistem daripada persona. Sistem aturanlah yang memimpin kita dalam pengertian yang sesungguhnya, sedangkan individu-individu yang duduk dalam jabatan-kabatan kepemimpinan hanyalah wayang yang berfungsi sebagai uswatun hasanah, baik dalam (i) upaya menata agar sistem itu berkembang dinamis untuk memenuhi kebutuhan, (ii) menggerakkan agar sistem itu bekerja dengan efektif dan efisien, dan (iii) sekaligus menjadikan dirinya contoh atau teladan dalam menaati semua norma yang terkandung dalam sistem itu. Inilah prinsip yang biasa dikenal dengan doktrin ‘the rule of law, not of man’, ‘the rule of law’, bukan ‘the rule of man’, apalagi ‘the rule of dictatorship’.
1.2.      Dalam Islam pengertian ‘imamah’ juga dapat berarti orang dan dapat pula berarti sistem aturan. Bahkan, nabi Muhammad tidak disebut sebagai Imam, melainkan sebagai “uswatun hasanah” dalam ketaatan kepada Allah swt. Yang disebut al-imam justru adalah al-Quranul Karim. “Ya Allah, aku ridhobahwa Allah adalah Tuhanku, Islam adalah agamaku, Muhammad adalah nabi dan rasul, dan al-Quran adalah imamku” (Rodhitu billaha robba, wabil-Islama diena, wabi Muhammadin nabiyya wa rasuula, wabil-qurani imaama). Ya Allah sayangilah kami dengan al-Quran, jadikanlah al-Quran sebagai pemimpin kami, sebagai cahaya penerang, petunjuk, dan rahmat bagi kami (Allahummarhamna bilquran, waj’alhulana imaaman wa nuura, wa huda wa rahmah). Semua orang yang beriman, dilarang keras untuk tunduk kepada apapun yang selain kepada sistem aturan Allah dan yang dicontohkan oleh Rasulullah. Tidak boleh ada ketundukan kepada siapapun dalam ma’syiat kepada Allah swt (La tho’ata li makhluqin fi ma’shiatil kholik).
1.3.      Karena itu, dalam sistem kenegaraan, kita diharuskan hanya tunduk kepada sistem aturan, bukan kepada kultus individu dalam hubungan atasan dan bawahan. Sistem kenegaraan kita sudah diatur dalam sistem konstitusi dan sistem hukum yang penyusunan dan perumusannya sudah kita sepakati bersama menurut prosedur-prosedur demokrasi. Pengertian tentang “the rule of law, not of man” seperti dikemukakan di atas, haruslah kita mulai dengan pengertian “the rule of the constitution” yang di dalamnya tercakup pengertian Pancasila dan UUD 1945, dilengkapi oleh pilar-pilar penting yang tercermin dalam semboyan “bhinneka-tunggal-ika” dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). ICMI sebagai organisasi kaum cerdik cendekia, harus terus memastikan bahwa Pancasila, UUD 1945, dan prinsip kebhinnekaan dalam wadah NKRI benar-benar terjabarkan dalam pelbagai kebijakan operasional di segala bidang dan dilaksanakan dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara dengan sungguh-sungguh, agar nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya dapat diwujudkan secara nyata.
1.4.      Karena itu, ICMI harus menyerukan, mendorong dan mengajak siapa saja, termasuk kelak, siapa saja yang terpilih dan dipercaya menjadi Presiden, menjadi Wakil Presiden, menjadi Menteri, menjadi Kepala Daerah, menjadi Ketua lembaga-lembaga negara ataupun jabatan-jabatan kepemimpinan dimanapun dan kapanpun juga, hendaklah jangan bersikap feudal, egois, memikirkan diri sendiri, tetapi justru harus menjadikan diri masing-masing sebagai teladan dalam (i) menata agar sistem itu berkembang dinamis untuk memenuhi kebutuhan rakyat, (ii) menggerakkan agar sistem itu bekerja dengan efektif dan efisien, dan (iii) sekaligus menjadi contoh dalam sikap menaati semua aturan yang terkandung di dalam sistem itu.

2.     Perkembangan Peradaban Bangsa

2.1.      ICMI lahir dari keprihatinan menyaksikan dan mengalami sendiri pahit getirnya kehidupan nyata dalam masyarakat sebagai akibat sistem kekuasaan yang tidak memiliki kepedulian pada penderitaan rakyat, pengabaian agama dan nilai etika dan moral dalam semua sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena itu, sejak awal ICMI mendefinisikan diri sebagai organisasi cendekiawan yang peduli, bukan sekedar kaum intelektual  yang tidak bergaul dengan kenyataan. Namun demikian, dalam menghadapi pelbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat, ICMI juga tidak bermaksud hanya memberikan solusi-solusi yang bersifat instan dan berjangka pendek. Karena itu sejak awal pak BJ. Habibie selalu menyebut istilah “long march”, untuk menegaskan bahwa perjuangan dan pengabdian kita adalah untuk jangka panjang, yaitu kemajuan peradaban bangsa.
2.2.      Bangsa Indonesia adalah bangsa besar dan mempunyai sejarah peradaban yang sangat panjang, bahkan jauh lebih panjang dari daya ingat kolektif kita sendiri mengenai sejarah.Catatan sejarah kita paling jauh adalah pada sekitar ke 6, 7 dan seterusnya, sebatas kerajaan-kerajaan kecil di Kalimantan, Sulawesi, di Jawa, dan di Sumatera.Sejarah peradaban bangsa kita selalu dikaitkan dengan peranan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit yang luas wilayah kekuasaannya mencakup hampir dan bahkan melebihi wilayah negara Republik Indonesia yang sekarang. Namun, dari tulisan-tulisan para ahli seperti Oppenheimer, dos Santos dan lain-lain, kita juga mendapatkan catatan lain mengenai perkembangan peradaban bangsa kita yang hidup di benua maritime Indonesia yang dulunya sebuah benua besar yang dalam studi disebut ‘Sunda Land’. Peradaban Altanlis yang hidup dalam diperdebatkan dalam sejarah, menurut para ahli ini adalah Indonesia, yang hidup dengan peradaban yang sangat tinggi pada sekitar 11-17 ribu tahun yang lalu. Karena itu, bangsa kita tidak boleh abai dengan catatan-catatan sejarah kita di masa lalu, karena hal itu justru dapat menjadi modal untuk menatap ke depan.
2.3.      Sekarang, Indonesia adalah negara yang berpenduduk terbesar keempat di dunia dengan kekayaan alam yang melimpah-ruah. Sekarang kita sudah menerapkan sistem demokrasi yang dipandang sebagai bentuk paling modern dan mutakhir dalam tingkat perkembangan peradaban politik umat manusia dewasa ini.Dengan sistem ini, Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar ketiga sesudah India dan Amerika Serikat. Dengan kondisi sumberdaya alam yang kaya, maka jika pada suatu saatnya nanti, tingkat rata-rata pendidikan penduduk dan kualitas rata-rata sumberdaya manusia Indonesia terbarukan di masa depan sudah mencapai tingkat rata-rata penduduk Eropah atau Amerika Serikat, maka niscaya Indonesia dapat segera duduk sejajar dengan negara paling maju sekalipun sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Karena itu, kunci yang pokok bagi semua pemimpin dan calon pemimpin Indonesia kini dan mendatang hendaklah menyadari posisi Indonesia pada hari ini, dan bertekad kerja serta bekerja konkrit dan terarah untuk memacu perkembangan tingkat peradaban Indonesia menuju masa depan dalam jangka panjang itu.
2.4.      Karena itu, para pemimpin Indonesia dari zaman ke zaman, dari periode ke periode, hendaklah jangan saling meniadakan. Marilah kita hormati jasa semua pendahulu kita. Jasa Soekarno, Suharto, BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri, serta jasa Presiden Soesiolo Bambang Yudhoyono sungguh sangat besar artinya bagi sejarah bangsa kita di masa depan. Kepemimpinan nasional itu adalah suatu proses yang berkesinambungan.  Kita juga harus menghentikan upaya yang memecahbelahkan bangsa kita dengan analisis-analisis yang menciptakan kotak-kotak ideology, seperti antara kubu Islamis versus nasionalis, kubu A versus B, dan sebagainya. Kita adalah satu satu nusa, bangsa, dan satu bahasa persatuan dalam satu wadah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
2.5.      Itulah sebabnya, ICMI dirumuskan oleh Pak BJ. Habibie sebagai organisasi perekat semua golongan.Kita harus mengembangkan diri menjadi bidang singgung, menjadi garis singgung, dan kemudian menjadi titik singgung, untuk Indonesia yang satu. Karena itu, semua partai dan semua aliran keagamaan dapat bergaul dan berdialog secara intelektual dalam bahasa dan frekwensi yang sama dalam wadah ICMI. Bahkan sekarang kita menyaksikan semua calon presiden RI untuk 2014 nanti juga dapat berdiskusi ikhlas dan terbuka dalam forum ICMI mulai hari ini sampai besok. Untuk itu, atas nama Dewan Penasihat Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia, saya ucapkan selamat, tahni’ah kepada semua peserta Silaknas ICMI 2014. Semoga Allah terus memberikan bimbingan-Nya kepada kita semua, sekali lagi semata-mata untuk Indonesia kita bersama.

*Disampaikan oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH., pada Silaknas ICMI, 
Desember 2012 di Jakarta


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0